Tahun 2016
Konflik Agraria dan Hak Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 terbit, baragam upaya dilakukan oleh masyarakat sipil agar mandat “koreksi konstitusional kebijakan negara atas Hak dan Wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA) di kawasan hutan” dapat segera diimplementasikan. Inkuiri Nasional Komnas HAM tentang “ Hak MHA Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan” adalah salah satu bagian dari upaya Komnas HAM dan Masyarakat Sipil untuk memperkuat argument dan inisitif terobosan kebijakan bagi percepatan pelaksanaan mandat Putusan MK 35 dan penyelesaian konflik agraria struktural. Hasil kajian Inkuiri Nasional di 40 kasus MHA di Kawasan Hutan seIndonesia, menunjukkan terjadi beragam pengabaian Hak MHA di kawasan hutan, berikut pelanggaran HAM berat yang bersifat sistematis dan kronis.
Cahyono E. 2016. Konflik agraria dan hak Masyarakat Hukum Adat di kawasan hutan. Policy Paper. No 01-PP SAINS 2016. Bogor (ID): Sajogyo Institute.
Tahun 2015
Usulan pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Penyelesaian Konflik Agraria
Semenjak Reformasi dimulai tahun 1998, konflik-konflik agraria ini belum mendapat perlakuan sepantasnya (adequate) dari setiap penguasa pemerintahan yang tengah berkuasa. Kasus-kasus konflik-konflik agraria ini, menurut Fauzi (2002) adalah “(Y)ang diciptakan tapi tak hendak diselesaikan”. Konflik agrarian merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi bangsa ini. Masalah ini bersifat kronis. Empat belas tahun yang lalu, Majelis Permusyawaran Rakyat Republik Indonesia (MPRRI) secara khusus membuat TAP MPRRI No.IX/MPRRI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Secara khusus dibuat untuk mengatasi masalah konflik-konflik agraria ini, bersamaan dengan dua masalah lainnya, yakni ketimpangan penguasaan tanah dan sumber daya alam, dan kerusakan lingkungan hidup yang parah. Namun, kasus-kasus konflik agraria meletus di sana-sini, di seantero nusantara, dan semakin membanyak dari tahun ke tahun.
[KNPA] Komite Nasional Pembaruan Agraria. 2015. Usulan pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Penyelesaian Konflik Agraria. Policy Paper. No.01/2015. Jakarta (ID): KNPA.
Pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi untuk para pejuang agraria demi keadilan
Sinyal positif bagi pemberian rehabilitasi politik itu tampak saat Presiden Jokowi –bertepatan dengan Peringatan Hari Ibu pada 22 Desember 2014– memberi grasi kepada aktivis pejuang agraria dari Luwuk Banggai, Eva Susanti Bande. Pemberian grasi tersebut merupakan kebijakan politik pertama sejak Orde Baru Suharto sampai sekarang. Ini menunjukkan ketidakpedulian penguasa Orde Baru maupun Reformasi terhadap perjuangan agraria dan bentuk-bentuk penindasan terhadap para pejuangnya. Grasi yang diberikan kepada Eva Bande ini merupakan pengingat tentang masih ada ratusan pejuang agraria sampai saat ini yang masih mendekam di bilik-bilik penjara di seluruh Indonesia. Mereka belum memperoleh pembebasan. Kertas kebijakan ini disusun untuk mendorong Presiden Joko Widodo memberi amnesti, abolisi, dan rehabilitasi untuk para pejuang agrarian demi keadilan.
Herwati SRM. 2015. Pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi untuk para pejuang agraria demi keadilan. Policy Paper. No.1. Bogor (ID): Sajogyo Institute.