Tolak UU TNI: Mengekang Kedaulatan Masyarakat Desa, Memperdalam Konflik Agraria dan Krisis Sosial Ekologis Pedesaan

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram

Bogor, 20 Maret 2023

Hari ini (20/3), DPR mengesahkan Revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang amat kontroversial. Betapa tidak, proses menuju pengesahan sangat tidak transparan, hampir nihil partisipasi publik, dan penuh berbagai kepentingan tersembunyi.

Pengesahan UU TNI ini adalah cermin betapa jauhnya jarak antara ‘mereka’ yang mengatasnamakan ‘wakil rakyat’ dengan massa rakyat. Tindakan ini adalah pengkhianatan tak hanya kepada rakyat, tetapi juga cita-cita Reformasi 1998.

Penambahan tugas TNI di luar tugasnya di kementerian dari 10 kementerian/lembaga menjadi 16 kementerian/lembaga merupakan jalan rembes memicu dwifungsi yang sudah usang dan tak berlaku itu. Masuknya TNI ke kementerian-kementerian/lembaga-lembaga di luar TNI dikhawatirkan merusak tatanan bernegara yang telah dibangun sejak turunnya Presiden pada Mei 1998.

Tak hanya itu, dengan perpanjangan masa pensiun perwira tinggi dan prajurit-prajurit TNI dikhawatirkan menambah tekanan kuantitas personel yang memicu ledakan penempatan militer di luar tugasnya dalam pertahanan. Hal ini akan memicu ketegangan sosial politik yang selama ini sudah dibangun untuk memisahkan tugas militer dari tugas sipil.

Lebih jauh, pengesahan Revisi UU TNI mengesahkan perilaku militer yang semakin dalam mengintervensi otonomi Masyarakat Sipil, khususnya Masyarakat Pedesaan (Notabene Kaum Tani) yang sedang membangun otonominya. Pengesahan UU ini seakan melegalkan pelantikan Perwira Tinggi Militer di Bulog, kerjasama Kementan dan TNI melalui pembentukan Brigade Pangan yang mengancam otonomi Kaum Tani di Pedesaan.

Tindakan-tindakan ini akan semakin menambah bom keresahan dan konflik sosial di mana rezim komando mendominasi usaha kemandirian Kaum Tani. Hal ini akan mengikis daya inisiatif dan kemandirian Kaum Tani dengan pola ‘perintah dari komandan’.

Hal yang lebih mengancam adalah Revisi UU TNI semakin mempertajam konflik agraria pedesaan dan Masyarakat Adat. Hal ini menjadi pertanyaan, mengapa Pemerintah lebih memprioritaskan Revisi UU TNI dibandingkan RUU Penyelesaian Konflik Agraria yang masih berlarut?

Hal yang lebih ironis adalah Revisi UU TNI memperteguh krisis sosial ekologis di mana seringkali militer dilibatkan dalam PSN-PSN dan Objek Vital Nasional yang berpola ekonomi keruk nan merusak sumber-sumber agraria dan tatanan sosial ekologis di tapak. Hadirnya militer atas nama Revisi UU TNI telah membuka kotak pandora krisis agraria dan sosial ekologis yang semakin mengakar.

Karenanya, Sajogyo Institute menyatakan tegas MENOLAK REVISI UU TNI.

Kami menuntut:

Batalkan Revisi UU TNI dan kembalikan Tentara pada fungsinya semula: kembali ke barak;

Menarik setiap Perwira Tinggi dan Prajurit yang terlibat dalam ranah sipil dan kembali ke kerja dan fungsinya semula sebagai tentara;

Tindak tegas tentara-tentara bermasalah yang memicu konflik agraria dan krisis sosial ekologis di tapak;

Percepat pengesahan UU Penyelesaian Konflik Agraria yang terbuka, transparan, partisipatif dan berpihak pada Lapis Paling Lemah di Pedesaan, dan;

Mempertimbangkan Restrukturisasi dan Rasionalisasi dalam tubuh TNI, terutama kepada personel (baik prajurit maupun perwira tinggi) yang bermasalah dan perombakan sistem pendidikan militer yang lebih peka terhadak Hak Dasar Manusia.

More to explorer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one × one =

KABAR TERBARU!