
Energi bersih sering diidentikkan dengan energi berkelanjutan, murah dan ramah lingkungan. Tetapi, di balik energi bersih, terdapat permasalahan ‘ruwet’ di baliknya: masalah agraria meliputi perampasan tanah, pelemparan masyarakat pedesaan khususnya lapisan paling lemah dari sumber agraria akibat proyek energi bersih dan berujung pada pemiskinan struktural baru akibat energi bersih.
Konsep perampasan atas nama energi menggambarkan bagaimana transisi energi dari fosil ke energi terbarukan justru menciptakan bentuk lain dari perampasan. Solusi energi bersih atau energi hijau yang diterapkan PLTA, PLTS, PLTPb, hutan tanaman energi, dan lainnya, justru memungkinkan proses akumulasi kapital. Transisi energinya nyatanya membutuhkan kurang lebih 1.16% dari total luas lahan (Jacobson dan Delucchi, 2011). Perampasan tersebut bergerak ke pedesaan yang mempunyai tanah ‘kosong’ masih banyak. Kebutuhan itu memicu perampasan lahan-lahan terhadap tanah-tanah tersebut atas nama ‘produktivitas tanah’.
Karenanya, perampasan atas nama transisi energi ke energi bersih yang terjadi di pedesaan menutup akses petani dan masyarakat desa terhadap tanah dan akses sumber penghidupan lainnya. Petani dan warga yang sebelumnya menggantungkan kehidupan dari tanah menjadi tergusur dan harus mencari sumber penghidupan lain. Menciptakan proletarianisasi dengan menciptakan populasi petani tak bertanah, yang pada akhirnya tidak terserap ke dalam pasar tenaga kerja.
Karena problem tersebut, Sajogyo Institute menggelar diskusi publik sebagai salah satu rangkaian dari peringatan 100 tahun Prof. Sajogyo berfokus pada tema “Masalah Agraria, Kapital dan Tenaga Kerja dalam Keruwetan Energi ‘Bersih'” bersama Tania Murray Li. Diskusi akan berlangsung pada Jumat (14/11), pukul 09.30 – 11.30 WIB di Kantor Sajogyo Institute (Jl. Malabar No. 22, Bogor).
Kami tunggu kawan-kawan di Malabar 22!


