‘Karena Pengetahuan Tidak Pernah Lepas dari Subjektivitas’: Peluncuran dan Bedah Buku “Manusia, Kalian Hendak Ke Mana?”

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram

“Menulislah, jangan terkerangkeng referensi yang kaku. Menulislah dari pengalaman dan penyelaman diri.”

Itulah yang ditegaskan oleh Penulis Buku “Manusia, Kalian Hendak Ke Mana”, Simon Hate dalam Peluncuran dan Bedah Bukunya di Sajogyo Institute (Malabar 22), kemarin malam (30/1).

Simon Hate, penulis buku “Manusia, Kalian Hendak Ke Mana?” sedang memaparkan secara ringkas latar belakang menulis bukunya tersebut, kemarin malam (30/1). (Sumber Foto: Afwan/Sajogyo Institute)

Buku yang ditulisnya berangkat dari keresahannya membaca buku-buku yang, apabila direnungkan dan direfleksikan, justru membuat manusia semakin terkerangkeng oleh pemikiran orang lain. ‘Sindrom Otak Kiri’, ‘Objektivitas’, ‘Rujukan Ilmiah’ yang kaku membuat manusia semakin sulit untuk mengejawantahkan pengalamannya dalam bergiat menulis.

Buku yang ditulisnya merupakan semacam ‘stimulus’ bagi para pembaca untuk menulis berdasarkan pengalaman manusia masing-masing. Hal ini juga dikatakan oleh Surya Saluang, peneliti Sajogyo Institute, bahwa dalam pengetahuan manusia tidak bisa lepas dari subjektivitas. Kehidupan yang ia alami dan jalankan sendiri telah mengendap dalam dirinya sehingga pengetahuan itu menubuh. Dengan menulis, tidak hanya sekadar eksistensi dan tapak bagi dirinya meninggalkan jejak, tetapi juga sebagai buah refleksi pengetahuan yang berasal dari pengalamannya yang terkumpul dan berlaku dalam tindakannya selama ini.

Suasana diskusi buku yang menghangat antara Narasumber dengan para Hadirin di Malabar 22. (Sumber foto: Afwan/Sajogyo Institute)

Buku ini menjadi penting dalam mendobrak stigmatisasi terhadap segala hal pengalaman dan subjektivitas sebagai ‘bukan-rujukan-berilmu’. Ilmu pengetahuan bukan sekadar rujuk merujuk dan dalam tembok dingin laboratorium dan kelas-kelas yang begitu sesak dengan palu hakim ‘objektivitas-dan-ilmiah’, tetapi berdasarkan pengalaman yang bertimbal balik antara praktik dan teori.

Seperti yang pernah diingatkan oleh Eyang Sajogyo, ‘Ngelmu iku kalakone kanthi laku’, berilmu itu adalah berdasarkan laku dan tindakan, yang menubuh menjadi ‘dari Praktek ke Teori, dan ke Praktek yang ber-Teori’. [KMI]

More to explorer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen − thirteen =

KABAR TERBARU!