Sekolah kaki gunung (SKG) adalah sekolah singkat yang dilakukan oleh empat lembaga yaitu: Sajogyo Institute (SAINS), Forest Watch Indonesia (FWI), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), dan Rimbawan Muda Indonesia (RMI). Awalnya, sekolah ini dirancang dengan tiga tahapan pembelajaran, yaitu: (1) Pembekalan materi, (2) Riset lapangan, dan (3) pengelolaan hasil riset. Ketiga tahapan tersebut masing-masing dilakukan dalam waktu kurang lebih selama satu bulan. Sehingga total seluruh kegiatan proses belajar membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan.
Keterlibatan empat lembaga tersebut ditujukan untuk membentuk suatu kurikulum yang memiliki beragam perspektif dari masing-masing lembaga yang terlibat, sehingga bisa menjadi alat analisis bagi para pelajar untuk membaca fenomena yang dihadapinya dengan pemaduan ragam perspektif dengan pendekatan trandisipliner. Selain itu, dengan kerjasama empat lembaga tersebut, SKG ini juga diharapkan menjadi wadah untuk memperkuat ikatan antar organisasi yang terlibat. Barapannya, penyelenggaraan SKG secara bersama ini akan menjadi agenda rutinan dari keempat lembaga tersebut.
Ungkapan yang disampaikan Aleta Ba’un – perempuan adat Mollo, menegaskan saat berjuang menyelamatkan tanah airnya perempuan mengalami tantangan yang berlapis. Aleta memimpin perjuangan menyelamatkan wilayah adat Mollo dari pertambangan marmer dengan mengorganisir 22 desa untuk bersatu mempertahankan wilayah adat dan budaya Mollo. Di saat yang sama dia harus menghadapi stigma buruk yang dilekatkan kepada dirinya sebagai perempuan baik oleh keluarga, maupun masyarakat dan negara.
Isu perempuan dan agraria menjadi hal yang penting diangkat mengingat perjuangan mempertahankan tanah air tak terpisahkan dengan peran-peran perempuan dalam kehidupan keluarga dan bernegara. Isu tersebut sudah sejak lama ditekuni Sajogyo Institue melalui buah pikir Prof. Pudjiwati Sajogyo, khususnya berkaitan dengan tema Perempuan dan Pembangunan di Pedesaan. Upaya ini berlanjut dengan mendorong kluster riset bertema Perjuangan Akses Perempuan atas Tanah dan Sumber Daya Alam (2013). Kini Sajogyo Institute bermaksud mengakarkan riset ini dengan praktek langsung melalui program Program Studi Agraria dan Pemberdayaan Perempuan (SAPP). Program yang bertujuan memudahkan para perempuan belajar menjadi pemimpin perjuangan tanah air melalui Lingkar Belajar Perempuan (LBP). LBP yang akan dibantu oleh fasilitator akan menjadi pusat belajar utama dalam jejaring dan bertempat di situs-situs krisis sosial ekologis terpilih.
Sepanjang 2016 hingga 2017, SAPP memberikan kesempatan kepada sarjana S-1 perempuan untuk mendapat beasiswa dan mempraktekkan pengetahuan dan pengalamannya pada wilayah-wilayah yang mengalami krisis sosial ekologis yang beragam. Penerima beasiswa akan dididik dan dilatih selama 30 hari agar mampu menjadi fasilitor perubahan sekaligus peneliti yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan kelompok dan individu perempuan pemimpin komunitas dan menuliskan pengalaman dan pembelajarannya dalam bentuk catatan etnografi.
Proses belajar bersama di LBP ini akan didampingi seorang fasilitator yang akan yang membantu para perempuan untuk:
Program ini memadukan riset dan pengelolaan pengetahuan di tingkat kampung, pulau dan nasional. Fasilitator mendorong para perempuan di LBP terlibat dalam kegiatan penelitian aksi partisipatif (Participatory Action Research) agar mampu menemukenali dan memahami kondisi krisis yang sedang dihadapi. Proses menemukenali krisis ini bisa dilakukan dengan beragam cara salah satunya melalui kegiatan jelajah ruang hidup dan fotovoice. Kegiatan jelajah ruang hidup akan membantu peserta LBP untuk menandai perubahan-perubahan pada bentang alam dan kehidupan sosial komunitas. Selanjutnya, fasiltiator akan mengajak pegiat komunitas untuk mencoba menggali potensi melalui aksi-aksi pemulihan krisis. Selama proses berlangsung, akan dialakukan pendokumentasian perubahanperubahan dan temuan-temuan yang dihasilkan melalui berbagai macam media seperti catatan etnografi, fotovoice, majalah dinding, dan video. Pendokumentasian dilakukan sebagai sarana menunjukkan pengetahuan dan pengalaman perempuan serta proses mereka memperjuangkan tanah air dalam situasi krisis sosial ekologis.
Pada waktu yang sama, sebuah sistem pengelolaan pengetahuan akan dibangun dengan dukungan tim pendukung pada skala regional, pulau dan nasional, yang terdiri dari akademisi, peneliti dan aktivis yang berperan membantu melakukan analisis dan memperbesar pengetahuan dari kampung. Upaya ini akan dilakukan melalui proses mentoring, reading group, diskusi publik, ceramah lokakarya berjalan, jambore, dan penerbitan serial publikasi perempuan pejuang tanah air.
Sekolah Ekonomi Politik merupakan kegiatan pendidikan rutin Sajogyo Institute dalam menanamkan sistem dan pola pikir kritis terhadap berbagai masalah yang terkait dengan masalah pembangunan dan segala masalah yang terkait dengan isu-isu ekonomi politik. Sekolah ini diadakan sebagai bentuk keresahan terhadap pola pikir yang berkembang dan respon terhadap pembangunan yang seringkali diterima secara mentah tanpa adanya penilaian dan kajian kritis terhadapnya. Sehingga, pola berpikir seperti ini (menerima tanpa adanya kritik dan bersifat linier-teknokratis) justru mengabaikan dampak-dampak yang sebenarnya lebih luas, komprehensif. Atas hal tersebut, Sekolah Ekonomi Politik diadakan sebagai bentuk pendidikan kritis bagi semua kalangan.
ARC, FNKSDA, Sajogyo Institute, PSA-IPB dan WALHI berinisiatif menyelenggarakan Sekolah Kedaulatan Agraria (SKA) 2020.
Sekolah Kedaulatan Agraria bertujuan mengisi kekosongan di dalam kajian-kajian agraria yang tersedia saat ini, sehingga mampu memberi satu perspektif “baru” bagi kelompok akademisi, peneliti, dan terkhususnya bagi kelompok gerakan yang berada di garda terdepan perubahan sosial. Keragaman topik yang ada akan turut memperkaya diskursus kajian agraria di dalam rangkaian kegiatan sekolah ini, dan dengan menghadirkan pemateri-pemateri yang juga ahli di bidangnya.
Selain itu, dan yang paling utama, sekolah ini juga merupakan sebuah upaya bagi kita semua sebagai kelompok intelektual, akademisi, dan aktivis, untuk merumuskan dan menjelaskan kembali dengan jernih pengertian dari gagasan “kedaulatan (agraria)” itu sendiri –yang sesungguhnya masih menyimpan banyak persoalan, baik secara teoritik maupun praksis– untuk menghasilkan gambaran awal bagaimana kedaulatan agraria” dimungkinkan di dalam sistem kapitalisme global.
Kelas SKA 2020 diselenggarakan melalui media daring (Zoom Meeting) dengan materi sebagai berikut: 1) Konsep pokok dalam sejarah studi agraria di Indonesia; 2) Konflik Agraria di Indonesia; 3) Gerakan agraria di Indonesia; 4) Ekonomi politik agraria; 5) Reforma agraria; dan 6) Transisi agraria. Keragaman perspektif dalam membahas sajian topik yang ada, akan memperkaya diskursus kajian agraria di dalam rangkaian kegiatan sekolah ini.
© 2021 Sajogyo institute