Pernyataan Sikap Sajogyo Institute terhadap Undangan Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram

Pada Rabu lalu (23/7), Sajogyo Institute memperoleh surat undangan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan menghadiri Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia tahun 2025. Dalam hal ini, Sajogyo Institute akan memberikan penjelasan dan pernyataan sikap kami.

  1. Sajogyo Institute berpendapat bahwa sejak awal diputuskannya penulisan sejarah dan proses penulisan sejarah tidak pernah melibatkan publik dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini mengikuti isu-isu sejarah dan Hak Asasi Manusia (HAM). Secara khusus, Sajogyo Institute tidak pernah terlibat dan mengikuti proses penyusunan buku Sejarah Indonesia (apalagi sampai draf 0 hingga draf saat ini). Sehingga, diskusi ini terkesan hanya ingin mencari legitimasi bahwa penulisan sejarah telah melibatkan publik. Surat undangan pun tidak mengundang Organisasi Masyarakat Sipil lain yang fokus pada sejarah dan HAM dan hanya mengundang kami sebagai ‘lembaga riset’. Tentu kami sangat keberatan karena tidak dilibatkannya organisasi masyarakat sipil lain ikut dalam diskusi tersebut. 
  2. Sejak awal bergulirnya agenda penulisan sejarah Indonesia tahun ini, kami berpendapat bahwa agenda ini memiliki kepentingan politik tertentu yang berusaha menutupi kenyataan masa lalu yang seharusnya diselesaikan, seperti agenda penyelesaian pelanggaran HAM berat, khususnya peristiwa 1965, rentetan pelanggaran HAM berat di masa Orde Baru dan peristiwa selama masa reformasi (penghilangan paksa para aktivis 1998 dan pemerkosaan massal). Pernyataan Menteri Kebudayaan yang menyangkal fakta-fakta terjadinya Pemerkosaan Massal pada 1998 merupakan secuil kenyataan tindakan elit pejabat memperlakukan sejarah secara tidak semestinya. Publik dan Organisasi Masyarakat Sipil telah menyatakan sikap bahwa pernyataan tersebut merupakan posisi pemerintah yang mengingkari peristiwa berdarah yang terjadi selama Reformasi.
  3. Agenda penulisan sejarah Indonesia seharusnya melibatkan rakyat sebagai pemegang warisan dan pelaku sejarah itu sendiri. Prinsip ‘sejarah dari bawah’ seharusnya dipegang erat oleh Negara dalam penyusunan sejarah Indonesia, sedangkan agenda penulisan sejarah hari ini kenyataannya seperti senyap dan tiba-tiba terjadi tanpa adanya keterlibatan aktif rakyat dari setiap tahap proses penyusunan. Kami berpendapat agenda penulisan ini adalah agenda meneguhkan posisi elit hari ini yang berusaha ‘mencuci tangan’ dari masalah-masalah masa lalu yang tidak diselesaikan secara selayaknya.

Karenanya, kami menyatakan sikap MENOLAK MENGHADIRI undangan diskusi publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia tahun 2025. Lebih tegas, kami MENOLAK AGENDA PENULISAN SEJARAH INDONESIA yang sarat kepentingan politik elit hari ini yang berusaha menutupi kenyataan sejarah masa lalu yang belum diselesaikan, khususnya pelanggaran-pelanggaran HAM berat.

More to explorer

Melihat dari Pesisir, Mendengar dari Perempuan

Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI) dan Sajogyo Institute menerbitkan Laporan Riset “Melihat dari Pesisir, Mendengar dari Perempuan”. Laporan ini merupakan kerja riset

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 + three =

KABAR TERBARU!