Semakin banyaknya tanah terlantar justru menyebabkan ketimpangan penguasaan tanah yang dapat menghambat perputaran perekonomian di Indonesia khususnya dalam masyarakat pedesaan.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Sajogyo Institute, Maksum Syam saat berkunjung dan melakukan konsolidasi bersama warga Desa Bunga, Kecamatan Palolo,Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng), kamis (27/1/2022).
Diketahui, bahwa saat ini masyarakat Desa Bunga lagi memperjuangkan penguasaan lahan HGU milik PT. Tulus Sintuwu Karya (TSK) yang telah habis masa izinnya.
“Tanah itu, seharusnya dikelola bagi masyarakat agar komitmen Reforma Agraria yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 86 tahun 2018 berjalan secara signifikan,” ucapnya.
Hal senada juga dikatakan Ganies sebagai Divisi Pendidikan dan Pelatihan Sajogyo Institute, dari total HGU terlantar PT.TSK seluas 107 ha yang terdiri dari 78 ha berada didalam kawasan APL dan 33 ha berada di kawasan HPT.
“Saat ini paling awal yaitu penguasaan lahan 78 ha yang berada dalam kawasa APL untuk redistribusi kepada masyarakat Desa Bunga,” jelasnya.
Menurut Ganies seharusnya HGU tidak boleh berada dalam kawasan HPT, apalagi berada dalam wilayah hutan lindung. Disisi lain komitmen Presiden Joko Widodo menarik tanah-tanah HGB/HGU yang diterlantarkan untuk dipergunakan bagi kemakmuran rakyat.
Disamping itu, Noval A Saputra sebagai tim gugus tugas reforma agraria (GTRA) Kabupaten Sigi menambahkan bahwa eks HGU PT.TSK sesuai PP No 40 Tahun 1996 Tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah Pasal 17 Ayat 1 Huruf a. eks HGU tersebut sudah seharusnya dilakukan redistribusi kepada masyarakat Desa Bunga sebagai penerima manfaat.
“Dipertegas dengan peruntukan kriteria masyarakat yang berhak dan tidak untuk diperjualbelikan. Perihal tersebut menjadi kerja bersama masyarakat, Pemdes Bunga serta GTRA Sigi yang dipimpin langsung oleh Bupati Sigi, kita ketahui bersama Bupati Sigi sangat mendukung perjuangan ini,” tutupnya. (Samsir)
***
Sumber berita: sulawesion.com, terbit pada Kamis, 27 Januari 2022
