Jumat, 21 Februari 2020 menjadi momen bersejarah bagi perjalanan pengakuan masyarakat adat khususnya di Riau. Presiden RI Joko Widodo di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim, Kabupaten Siak, menyerahkan secara langsung 41 Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial untuk 20.890 kepala keluarga di Provinsi Riau. SK tersebut mencakup pengelolaan lahan seluas 73.670 hektare lahan yang berupa 39 SK hutan desa dan hutan kemasyarakatan serta 2 hutan adat. Ada 2 legalitas Hutan Adat yang sudah diakui oleh pemerintah. Pertama, Hutan Adat Imbo Putui di Kenegerian Petapagan dengan luas 251 hektar, diakui melalui SK Nomor: 7503/MENLHK-PSKL/PKTHA/KUM.1/9/2019, tanggal 17 September 2019. Kedua, Hutan Adat Ghimbo Boncah Lidah di Kenegerian Kampa, dengan luasan 156,8 hektar, diakui melalui SK Nomor: 7504/MENLHK-PSKL/PKTHA/KUM.1/9/2019, tanggal 17 September 2019.
Hasil perjuangan panjang masyarakat dan multi pihak yang melahirkan pengakuan Hutan Adat Imbo Putui oleh negara sejak 2019 itu adalah satu “pintu gerbang awal” untuk pengakuan lebih luas dan utuh dari tuntutan perjuangan adat di Kenegerian Petapahan atas Hutan Imbo Putui. Sebab hutan larangan Imbo Putui ini secara geografis berbatasan langsung atau bahkan dikelilingi oleh wilayah konsesi milik PT. Ramajaya Pramukti (RJP). Sebuah perusahaan perkebunan sawit yang berafiliasi dengan perusahaan perkebunan sawit nasional, yakni group GAR (Golden Agri Resources)/Sinar Mas. Beragam warisan masalah lama dan ancaman masalah baru masih terus berlangsung. Salah satunya adalah warisan masalah agraria terkait pengambilan sepihak tanah ulayat Hutan Imbo Putui, sekitar 167 ha oleh PT RJP yang masih proses gugatan oleh masyarakat adat Kenegerian Petapahan hingga kini. Bahkan, sebagian dari 251 hektar luasan hutan digunakan sebagai jalan utama menuju PT. RJP.
Selain itu keberadaan perkebunan sawit RJP yang telah beroperasi sejak 1991-1994, di sekitar Hutan Imbo Putui telah memberikan beragam perubahan dan dampak potensi krisis sosial-ekologis dan ancaman serius dalam jangka panjang atas pengelolaan dan pengembangan ekosistem Hutan Adat Imbo Putui. Dominasi politik-ekonomi dan penciptaan beragam ketergantungan akibat perkebunan sawit ini telah dirasakan lama oleh masyarakat sekitar. Mencipta dilema sosial-budaya dan ekonomi yang dalam panjang sangat mengkhawatirkan, khususnya saat dominasi ekonomi sawit semakin tidak menjanjikan lagi. Mulai muncul keresahan, rasa penyesalan dan kesadaran baru bahwa ada yang salah dengan kondisi sosial-budaya dan ekonomi masyarakat di Kenegerian Petapahan, khususnya Pasca Pengakuan Hutan Adat. Inilah yang diistilahkan oleh salah seorang sesepuh adat Kenegerian Petapahan dengan kalimat “Tamakan Dek Ulok” (termakan janji/harapan palsu).
Sementara itu, pasca pengakuan hutan adat Imbo Putui, inisiatif dan upaya pengembangan dan pengelolaan keberlanjutan HA Imbo Putui sedang terus dilangsungkan. Prinsip utamanya Hutan Adat Imbo Putui harus dikembalikan keutuhan kelestarian ekosistemnya dan memastikan manfaatnya secara sosial, ekonomi dan ekologi bagi masyarakat adat petapahan dan sekitarnya. Saat ini dilakukan pengembangan kawasan hutan berada di tepi Sungai Petapahan untuk tujuan wisata sedang proses pengembangan. Area pemandian dan camping ground sudah dalam tahap penyelesaian. Rencananya untuk tahap lanjut, konsep kawasan wisata akan mengombinasikan ekowisata dengan wisata adat. Sebab secara prinsip, kekayaan alam dan keragaman budaya serta adat istiadat yang dimiliki Kenegerian Petapahan jika dikolaborasikan dalam satu destinasi wisata akan menjadi potensi baru bagi sumber pendapatan masyarakat tanpa harus merusak kelestarian hutan adatnya.
Pemerintahan desa dan Ninik Mamak di Kenegerian Petapahan kini sudah membuka diri sehingga tidak menutup kemungkinan menjalin kerjasama dengan pihak ketiga dalam menjaga kelestarian hutan adat . Inilah salah satu bukti dari keseriusan Masyarakat Adat Kenegerian Petapahan untuk mengembalikan ekosistem hutan adat dan menjamin manfaat dan kemaslahatannya untuk masyarakatnya. Sehingga masalah-masalah yang menjadi warisan dan tantangan ke depan mesti secara bertahap perlu diselesaikan.
Buku laporan penelitian ini dapat diunduh di sini.