Meneropong Peta-peta Wilayah Adat dalam Kerangka Kebijakan Indonesia

Tahun: 2014

Penulis: Albertus Hadi Pramono, Maria Rita Roewiastuti, dan Mia Siscawati

Daerah Penelitian: Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan

Kata Kunci: Studi Agraria, Kebijakan Agraria, Masyarakat Adat, Wilayah Adat, Kehutanan, Gender, Pemetaan Partisipatif

Berbagai kebijakan agraria yang dikembangkan rejim-rejim politik yang berkuasa di Indonesia sejak jaman kolonial hingga abad 21 ini memiliki karakter-karakter tertentu yang serupa, yaitu pengadaan tanah skala luas oleh instansi-instansi pemerintah untuk mendukung produksi dan konsumsi di tingkat global melalui pemberian konsesi kehutanan, perkebunan dan pertambangan kepada perusahaan-perusahaan besar. Sejak masa kolonial, perkebunan besar adalah sistem agraria yang berperan langsung sebagai hulu dari proses inkorporasi rakyat dan tanah-air Indonesia ke dalam ekonomi pasar global. Termasuk di dalamnya sistem “perkebunan kayu jati” yang dikembangkan jawatan kehutanan kolonial di Pulau Jawa dan Madura (Peluso 1992, Simon 2001).

Mekanisme konsesi perkebunan besar dilanjutkan pengembangannya pada jaman Orde Baru, dan diadopsi untuk pengembangan sektor kehutanan, terutama di luar Jawa. Mekanisme serupa juga diterapkan dalam sektor pertambangan. Pulau-pulau di luar Jawa, Madura dan Bali yang memiliki kekayaan alam dan sumber-sumber agraria, merupakan wilayah utama konsesi perkebunan, pertambangan, hutan tanaman industri, dan restorasi ekosistem hutan. Untuk Indonesia bagian barat, Sumatra dan Kalimantan menjadi wilayah andalan. Perlu dicatat bahwa proses dominasi dan ekstraksi sumber-sumber agraria dan sumber daya alam lainnya memiliki dimensi gender.

Download di sini

Categories
KABAR TERBARU!